Kamis, 01 Agustus 2013

Jumat, 14 Juni 2013

ANALISIS SYSTEM PEMBELAJARAN
Pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam membangun sebuah bangsa, maka dari itu dewasa ini pemerintah memberi anggaran hingga 20% dari APBN untuk dunia pendidikan. Namun dalam pendidikan kita harus tahu apa itu tujuan dari pendidikan di Indonesia ini, tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk mewujudkan cita-cita nasional yang juga tertera di pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan system yang berkesinambungan agar pola pendidikan dijalankan dengan baik, ada kurikulum untuk mengatur hal tersebut. Di Indonesia menggunakan system pendidikan bertahap dengan jenjang mulai dari TK, sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama ( SMP ), Sekolah Menengah Atas ( SMA ), Perguruan Tinggi.
Dalam artikel ini saya akan menganalisis tentang system pembelajaran yang saya alami mulai dari SD, SMP, SMA dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Ø  SD ( SEKOLAH DASAR )
Kelebihan :
·         Memiliki system pendidikan berkelanjutan, continue dari mulai kelas 1 sampai dengan 6, yang semuanya saling berkaitan dengan tatanan penambahan bobot materi tiap pertambahan kelasnya.
·         Mulai ditanamkan nilai- nilai moral, melalui kedisiplinan.
·         Memiliki peran vital dalam membentuk karakter siswa pertama kali, ditahap ini ditanamkan karakter dengan pendidikan dasar yang disampaikan.
Kekurangan :
·         Peran guru yang terlalu dominan, dengan satu guru mengajarkan seluruh mata pelajaran, disini pula tertanam doktrin bahwa guru adalah orang pintar yang tahu segalanya dan murid hanyalah seorang anak yang hanya bisa disuapi.
·         Kurang memerhatikan apa potensi masing-masing siswa yang berbeda, terlalu menitik beratkan bahwa sekolah itu hanya belajar mata pelajaran tertentu, dan kurang memerthatikan segi potensial seorang siswa tersebut diluar kemampuan akademisnya.
·         Kurangnya kompetensi tenaga pengajar, karena pada tahap SD ini peran guru masih terlalu dominan, maka dari itu diperlukan tenaga pengajar yang kompeten dalam hal akademik, maupun moral, sehingga tercipta siswa yang benar-benar unggul.
·         Pemberian materi yang tidak sesuai dengan umur atau tahapan yang seharusnya.
·         Kebanyakan siswa langsung dimasukkan pada SD tanpa melalui TK sehingga banyak anak yang merasa jam bermain atau waktu bermainnya kuarang, sehingga tidak efektif pad akelas awal.


Ø  SMP ( SEKOLAH MENENGAH PERTAMA )
Kelebihan :
·         Merupakan kelanjutan dari sisitem continue dari SD, disini diberi tambahan materi dengan bobot yang lebih berbeda, sehingga diharapkan materi dari SD masih tetap digunakan untuk mengadapi tahap SMP ini. dengan mulai diperkenalkannya materi yang lebih luas secara keseluruhan namun masih dalam tahap dasar.
·         Peran guru yang telah tertata rapi sesuai mata pelajaran yang diampu.
·         Mulai dihilangkan jiwa kekanak-kanakan yang tertinggal di SD dan mulai memasuki tahap remaja tahap awal
·         Waktu belajar yang cukup dalam penyampaian materi sesuai bobotnya, memperkenalkan system birokrasi yang lebih kompleks.
Kekurangan :
·         Pengenalan materi dimulai dari nol lagi karena siswa kebanyakan telah lupa setelah dia lulus ujian, membuat system ini tak efektif lagi.
·         Peralihan dari anak menjadi remaja membuat tingkat kenakalan semakin tinggi, mencoba hal-hal baru yang negative membuat efek  BK dijadikan polisi sekolah dalam menindak pekanggaran tersebut, hal ini tentu telah keluar dari jalur bk sebagai media bimbingan dan konseling dari siwa.
·         Pendidikan karakter mulai tersingkir akibat terlalu fokusnya pengajaran pada bidang akademis saja.
·         Melemahnya peran orang tua karena waktu terbanyak siswa adalah pada teman sebaya dan sekolah itu sendiri.
  
Ø  SMA ( SEKOLAH MENENGAH ATAS )
Kelebihan :
·         Kelanjutan dari system continue dari SMP , disini mulai system penjurusan yang akan membagi siswa dalam memilih pelajaran apa yang akan didalami
·         Peran guru semakin proporsional, dengan siswa yang mulai aktif dalam system keluarga sekolah.
Kekurangan :
·         Kenakalan – kenakalan remaja yang mulai sistematik, cenderung muncul akibat lemahnya pendidikan karakter akibat penekanan terhadap akademik
·         Munculnya dis orientasi, karena siswa kurang memahami jurusan yang dia pilih maka akan muncul kesalahan dalam memilih jurusan yang tentunya akan sangat berpengaruh dalam masa depannya.
·         Siswa semakin banyak menghabiskan waktunya disekolah sehingga dalam interaksi social mungkin akan sedikit kurang baik.
·         Sistem penjurusan yang tak membekali dengan keterampilan, sehingga kebanyakan lulusan SMA yang tidak meneruskan ke perguruan tinggi adalah pengangguran atau pekerja bawahan.
·         Belum dibebaskan biaya SMA menjadi salah satu alasan mengapa banyaknya yang tidak melanjutkan pada tahap ini.
Dari analisis di atas maka saya dapat menyarankan perbaikan system yang bisa dilakukan untuk perbaikan, dan semakin ideal menurut saya. Ada tiga pokok penting usulan menurut saya yaitu :
1.       Penguatan system pendidikan continue, dengan memerbaiki segala kelemahan dalam setiap tahap – tahapnya. Memerbaiki tenaga pendidik dengan kompetensi akademik dan moral. Serta system birokrasi yang bersih dan terbuka.
2.       Pendidikan karakter yang lebih ditonjolkan agar terdapat keseimbangan, tidak hanya segi akademis saja namun juga segi moralitasnya juga. Serta pemberian keterampilan diluar mata pelajaran biasa, sehingga lulusan system continue diatas  benar-benar dapat bermanfaat untuk masyarakat ataupun bangsa.
3.       Peningkatan kerja sama sekolah dengan orang tua sebagai dua pilar penting dalam pembentukan kualitas seorang siswa, sehingga sekolah tidak hanya terkesan membutuhkan uang dari orang tua, namun juga bekerja sama dalam saling mendidik seorang siswa tersebut.

Ditulis oleh : MUHAMMAD HADI NURCAHYONO


Kamis, 30 Mei 2013

“MENGHADAPI DUNIA KERJA”

Setelah menimba ilmu diperguruan tinggi dan lulus sebagai sarjana, tentu kita akan dihadapkan pada dunia kerja. dimana dibutuhkan berbagai kompetensi yang menjadi syarat seseorang untuk bekerja, maka dari itu seorang sarjana harus mempunyai kompetensi itu agar dapat mengikuti alur dan tak tertinggal atau bisa dikatakan kalah saing. dalam hal ini seorang mahasiswa khususnya, tentu harus menyadari apa yang akan dihadapinya kelak, sehingga harus mempunyai metode atau cara -cara tertentu dalam menghadapi persaingan dalam dunia kerja. saya mempunyai opini dan cara-cara dalam hal ini.
*Mempunyai keterampilan khusus
 Keterampilan merupakan kunci utama dalam mencari pekerjaan kelak, maka perlu  dipersiapkan keterampilan apa yang akan digunakan dalam bekerja, jika dalam hal ini adalah lulusan pendidikan teknik bangunan, maka keterampilan dalam menjadi guru dengan menguasai materi adalah hal yang sangat penting.
*Sikap yang baik
orang berilmu tanpa diimbangi sikap yang baik tentu akan kurang bermanfaat, dalam mencari pekerjaan kelak tentu sikap juga menjadi kriteria utama , apalagi dalam hal pendidikan , sebagai seorang guru dibutuhkan sikap yang baik agar dapat mendidik muridnya dengan baik pula.
*Relasi
Di dunia kerja tentu dibutuhkan kemampuan dalam menjalin hubuingan dengan mitra kerja yang baik, maka dari itu kemampuan dalam hal berbicara serta menjalin relasi sangat dibutuhkan, apalagi yang berniat menjadi seorang pengusaha, mitra kerja diperoleh dari kemampuan kita menjalin relasi.
*Mempunyai kemampuan yang lain dari kemampuan utama kita
 Menghadapi dunia kerja tentu kita dituntut kreatif dan siap bersaing, maka kita harus mempunyai kekuatan lain atau keterampilan lain yang dapat mendukung kita dalam menjalankan pekerjaan kita, contoh dalam menjadi guru bangunan tentu kita juga harus memiliki keterampilan lain misalkan dalam leadirship, atau keterampilan berwirausaha.
*Siap mental dan modal
 Persiapan mental juga ikut berpengaruh dalam masalah ini, dibutuhkan mental yang kuat dalam menghadapi persaingan di dunia kerja, maka kita harus melatih itu, melalui latihan  memecahkan masalah atau menghadapi tekanan yang besar,
 Dalam hal lain modal juga sangat berpengaruh, jika kita memang terjun ke arah wirausaha, untuk mengembangkan usaha tentu dibutuhkan modal, dalam berupa uang, benda dll. Atau dalam hal menjadi guru, kita dapat bermodalkan sikap, materi, dan mental.
*ulet tekun dan sabar
 Ketiga sikap di atas harus dimiliki jika kita ingin menghadapi dunia kerja, agar dapat memudahkan kita dalam menjalani pekerjaan
Cara-cara diatas merupakan opini saya pribadi, tentu masih banyak hal dalam menghadapi dunia kerja kelak,sehingga kritik dan saran amat saya butuhkan.
Sekian, terima kasih  


Jumat, 17 Mei 2013


”UN sudah menjadi tembok besar yang menghalangi anak untuk mampu berpikir logis, tidak hafalan, dan kritis bertanya. Dengan bentuk UN yang sekarang, hilang semua itu. Omong kosong dengan pendidikan karakter,” -Mudji Sutrisno -
Ujian nasional memang masih menyimpan pro dan kontra yang belum jua menemukan titik cerah. Setiap tahunnya, isu tentang keefektifan penyelenggaraan UN terus bergulir ibarat “bola panas”.
Pro Kontra itu artinya bahwa Ujian Nasional “kehadirannya” menjadi perdebatan dan “sangat amat” kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada yang “setuju”, karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Konon “katanya”, dengan adanya UN siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang sebaik-baiknya. Begitupun dengan “sudut pandang” pemerintah yang “ngotot” untuk mempertahankan Ujian Nasional sebagai finalisasi seorang siswa pada jenjang pendidikan (SMA/MA dan Kejuruan). Asumsi pemerintah juga bahwa ujian nasional “sangat” dibutuhkan, karena sebagai kontrol sejauh mana suatu sekolah itu telah menerapkan dengan baik program pendidikan nasional. Oleh karena itu hasil ujian nasional adalah salah satu indikasi keberhasilan sekolah dalam menerapkan kurikulum pendidikan nasional. Dengan alasan ini maka ujian nasional apapun kendalanya tetap diperlukan.
Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa “tidak setuju”. Alasan yang tidak setuju, karena menganggap bahwa ujian nasional sebagai sesuatu yang sangat “kontradiktif dan “kontraproduktif” dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita kembangkan. Sebagaimana dimaklumi, bahwa saat ini ada kecenderungan untuk menggeser paradigma model pembelajaran kita dari pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan kognitif ke arah pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian kemampuan afektif dan psikomotor, melalui strategi dan pendekatan pembelajaran yang jauh lebih menyenangkan dan kontekstual, dengan berangkat dari teori belajar “konstruktivisme”.
Dan bagi penulis, pro kontra ujian nasional ini, “seyogyanya” tidak terjadi kalau semua pihak saling memahami dan menempatkan UN secara proporsional. Menurut penulis, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi “Catatan Kritis” dalam tulisan “Pro Kontra Ujian Nasional” ini:
Pertama, Sudah saatnya mengembalikan fungsi UN sebagai uji diagnostik pemetaan kualitas layanan pendidikan bukan sekedar kelulusan. Ingat!! Penempatan ujian nasional sebagai ujian kelulusan hanya akan menyempitkan kurikulum, melanggengkan pengajaran berbasis soal ujian, dan pembelajaran bersifat hafalan. Tulisan ini tidak berarti desakan untuk menghapuskan UN, tetapi bagaimana caranya mereposisi fungsi UN sebagai “marwah” pemetaan. Dan menurut penulis juga, UN sebagai ujian kelulusan tidak logis mengingat kualitas pendidikan itu berbeda di setiap daerahnya.
Kedua, UN dan relevansi kelulusan siswa. Seperti yang kita ketahui, meski dikatakan tak lagi menjadi satu-satunya penentu, UN tetap menjadi ujung tombak nasib kelulusan jutaan siswa sekolah dasar dan menengah. Anggapan ketidakadilan terhadap aspek penentu kelulusan, juga didasarkan atas mata pelajaran yang di-UN-kan. Keterwakilan mata pelajaran yang di-UN-kan, dianggap masih kurang komprehensif. Mata pelajaran seperti agama, kewarganegaran, seni, dan olahraga seolah hanya menjadi pelengkap mata pelajaran di sekolah. Hal ini mampu berdampak pada “kekurangseriusan” siswa maupun guru dalam mapel tersebut lantaran tidak diikutsertakan dalam UN.
Ketiga, UN dan sistem yang masih lemah. “Impoten-nya” sistem UN yang paling kentara adalah pada pengawasan pelaksanaan UN. Tak sekali dua kali tersiar kabar maraknya kecurangan dalam penyelenggaraan UN, baik di pusat maupun daerah. Kecurangan yang sebenarnya berlandas atas ketakutan tidak mendapat titel “Lulus 100%” ini tidak hanya menjangkiti siswa. Pihak sekolah yang semestinya menjadi motor sportivitas pelaksanaan UN, malah rela mengorbankan idealisme dan turut “membantu” siswa lulus dengan cara yang tidak jujur. Hal lain yakni pada permasalahan teknis, seperti kesalahan “lucu” soal dan LJK bisa di fotocopy, katanya “komputerisasi”, begitupun dengan pengisian data pada lembar jawaban. Masalah ini disebabkan oleh terlalu banyaknya data yang harus siswa isi. UN merupakan saat yang menegangkan bagi sebagian besar siswa. Terlalu banyaknya data yang diisi di awal, mampu menyebabkan buyarnya konsentrasi siswa. Bisa jadi, siswa malah salah mengisi kode paket hingga menyebabkan jawaban tidak valid dan dinilai tidak lulus penilaian UN.
Keempat, UN 2013 ini, ada istilah “Penundaan Ujian Nasional”. Penundaan Ujian Nasional (UN) “pasti”mempengaruhi psikologi Siswa SLTA. Menurut penulis, selain dapat memberikan dampak psikologis bagi siswa dan sekolah, juga memiliki dampak materi dan sosiologis. Contohnya, kerugian materi karena pendistribuan berkas soal dan jawaban. Sedangkan, dampak sosiologisnya, kepercayaan Masyarakat akan menurun terhadap pemerintah selaku Penyelenggara UN.
Kelima, UN dan kepentingan diluar pendidikan, penulis lihat “masih ada” dan ini “berbahaya”, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi segelintir orang. Seperti kita ketahui, Ujian Nasional merupakan “hajat besar” atau “pesta gede-gede-an” masyarakat dunia pendidikan. Pemerintah pun tak tanggung-tanggung merogoh kocek “kurang lebih” sebesar 600 miliar rupiah untuk pelaksanaan UN tahun ini. Beragam kasus dan polemik pelaksanaan UN, layaknya menjadi sarana pembelajaran bagi setiap pihak untuk penyempurnaannya. Dana sebesar 600 miliar yang digelontorkan pemerintah, seyogyanya mampu menyokong penyelenggaraan UN yang berkualitas. Masalah yang berkaitan dengan teknis, dalam sistem penyelenggaraan maupun pengawasan UN, selayaknya diminimalisir dengan memperketat administrasi maupun distribusi soal UN. Tetapi kelihatannya, “hari ini” masih banyak ditemukannya kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya. Terlepas dari kontroversi yang ada bahwa sampai saat ini belum ada pola baku sistem ujian akhir untuk siswa. Perubahan sering terjadi seiring dengan pergantian pejabat. Hampir setiap pejabat ganti, kebijakan sistem juga ikut berganti rupa.
UN dan Potret Pendidikan
Dari fenomena pro kontra UN ini, terlihat potret pendidikan kita “aslinya”. Kita bisa menilik realitas konkret pada momentum UN dewasa ini. Masyarakat bisa menyaksikan bagaimana siswa–siswa yang mengikuti UN harus dikawal dengan penjagaan ekstra, mirip “darurat militer”. Dan ini merujuk pada satu persepsi bahwa produk yang dihasilkan oleh pendidikan belum menciptakan manusia yang seutuhnya, manusia pun ternyata harus dijaga agar tidak berbuat curang dalam UN. Dan begitupun juga, mau atau tidak mau proses pendidikan di Negara kita adalah yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Tujuan pendidikan yang menciptakan manusia yang bertanggung jawab dan bermoral ternyata belum dicapai oleh siswa.
Kecurangan dan ketidaksiapan dalam mengikuti UN adalah indikator atas itu semua. Sehingga dapat diasumsikan bahwa potret pendidikan nasional hari ini telah gagal, disebabkan karena pemerintah tidak percaya dengan proses pendidikan. Anda saja pemerintah percaya terhadap output proses pendidikan, maka pemerintah tidak perlu menjadikan siswa seperti ‘terpenjara’.
Menurut penulis, terdapat 2 langkah strategis yang bisa dilakukan pemerintah dalam mereformasi dan merevitalisasi persoalan ”Pro Kontra UN” ini yaitu Pertama, Pihak pemerintah melalui Depdikbud harus merancang sistem ujian atau penilaian yang sistematis, bertahap, dan berkelanjutan. Sistem penilaian harus dapat difungsikan untuk mendeteksi potensi dan kompetensi siswa sekaligus bisa memetakan kompetensi guru dalam keberhasilan pembelajaran di kelas. Hasil UN juga harus ditindaklanjuti dengan berbagai program yang dapat meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif.
Kedua, Sistem penilaian (UN) “kedepan”, harus mampu memberi informasi yang akurat; mendorong siswa untuk belajar; memotivasi guru dalam pembelajaran; meningkatkan kinerja lembaga; dan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan sistem penilaian yang demikian diharapkan secara berangsur-angsur mutu pendidikan di tanah air akan meningkat. Di lain pihak, para praktisi pendidikan di lapangan, terutama guru dan Kepala Sekolah harus meningkatkan kompetensi dan kinerjanya, sehingga kualitas pembelajaran di kelas akan meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkan mutu pendidikan.
Dan ketiga, Penulis, mendesak pemerintah “Kaji Ulang” yang namanya Ujian Nasional” apabila, kelihatannya banyak madlorot dibandingkan manfaatnya, tentu harusnya dihapus saja. Atau bisa saja UN difungsikan sebagai pemetaan, pelaksanaannya tidak harus tiap tahun, tetapi secara periodik 3-5 tahun dengan pengambilan sampel. Jika menjadi ujian kelulusan, ujian nasional (UN) justru mematikan kreativitas siswa dan membuat siswa jenuh belajar. Idealnya, untuk ujian kelulusan, lakukan saja ujian sekolah karena guru dan sekolah yang mengetahui secara persis kondisi siswa. Dengan demikian berapapun standar kelulusan yang akan ditetapkan pemerintah akan selalu siap, tanpa ada rasa takut dan kaget. Di sisi lain pula para siswa dan orang tua juga akan tumbuh kesadaran bahwa untuk mencapai hasil yang memuaskan harus ditempuh dengan kerja keras, sehingga anggapan dalam ujian pasti lulus 100% hilang dari pikiran mereka. Kalau semua pihak sudah pada pemikiran, kesadaran, dan tindakan yang sama, maka mutu pendidikan di Indonesia perlahan-lahan namun pasti akan meningkat. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak bisa ditempuh dengan cara parsial tetapi harus holistik dengan melibatkan semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan.
Kiranya, Pro Kontra UN masih akan terus terjadi, karena dalam perjalanannya sampai hari ini , UN belum juga dievaluasi secara menyeluruh di hadapan publik. Tidak kecuali, UN tetap dilaksanakan meski banyak pihak belum merasa puas terhadap rencana penyelenggaraan tersebut pada tahun mendatang. Atau mungkin UN akan dihapus??

Rabu, 10 April 2013



 IR SUWARNO WIRYOMARTONO, JUDUL BUKU MEKANIKA TEKNIK CETAKAN KE VI YOGYAKARTA JUNI 1976 Halaman -142

Pelengkung Bersendi Tiga
Sesuatu benda yang mendukung momen berarti sebagian tampang-nya dibebani desakan dan sebagian lain menderita tarikan. Benda-benda yang bersifat getas, seperti batu, batu merah, beton dan sebagainya tidak mampu mendukung tegangan tarik, yang berarti pula tidak mampu mendukung momen. Oleh karena itu suatu konstruksi yang terbuat dari salah satu bahan tersebut diatas haruslah diberi bentuk sedemikian, sehingga semua bagian hanya dibebani tegangan desak melulu untuk mencapai ini, timbulnya momen pada setiap bagian konstruksi harus dicegah sama sekali atau dibatasi sekecil mungkin.
Segi banyak batang itu dalam skala tertentu merupakan garis momen, disamping itu segi banyak batang itu dianggap juga sebagai garis desak. Semakin jauh menyimpangnya garis momen dari sumbu balok berarti semakin besar momen yang bekerjapada tampang yang ditinjau itu, dengan hubungan diatas dapat dikatakan pula bahwa semakin dekat garis desak pada sumbu balok, berarti garis momennya dekat dengan sumbu balok,semakin kecillah momen yang timbul pada tampang-tampang balok itu.
Oleh karena itu, jika balok itu kita beri bentuk yang sesuai dengan garis desaknya akibat gaya-gaya yang bekerja padanya, maka tampang-tampangnya tidak akan menderita momen, suatu balok yang dibebani beban terbagi rata penuh, garis desaknya akan berupa garis lengkung berbentuk parabola. Maka umumnya balok itu diberi bentuk pelengkung parabola atau pelengkung lainnya yang mendekati parabola.
Konstruksi itu melengkungnya keatas, dan dengan demikian tampang-tampangnya terutama akan mendukung gaya normal desak, oleh karena beban yang didukung oleh bangunan pelengkung itu tidak tetap besarnya, misalnya kendaraan untuk jembatan, tekanan angin untuk bangunan rumah, maka garis tekannya akan berubah-ubah, sehingga tak mungkin kita menghindarkan sama sekali timbulnya momen, tetapi dengan member bentuk pelengkung yang ertentu dapatlah diharapkan, bahwa momen yang akan timbul hanya kecil saja.
Walaupun namanya pelengkung, namun sebenarnya bagian-bagiannya berbentuk melengkung. Bagian-bagian antara 2 sendi itu keduanya dapat berupa balok lurus, mungkin juga yang satu berupa garis lurus, sedang bagian yang lain berupa balok melengkung.

Rabu, 03 April 2013


"Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan, Khususnya Program Keahlian Rumpun Bangunan"
Oleh: Muhammad Hadi Nurcahyono (5101412007)

 Indonesia terkenal memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, namun walaupun sumber daya alam berlimpah, namun jika tidak ada orang atau sumber daya manusia yang unggul, maka hal itu akan kurang bisa dimanfaatkan dengan baik. Sumber daya manusia (SDM) mempunyai peranan yang sangat penting untuk pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut. Upaya peningkatan kualitas manusia harus dilaksanakan sedini mungkin dan terus – menerus sepanjang hidup, dengan demikian tujuan pembangunan nasional dapat tercapai. Adapun upaya peningkatan kualitas SDM tersebut adalah melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Proses pendidikan di sekolah selalu mengalami suatu penyempurnaan yang pada akhirnya menghasilkan suatu produk atau hasil pendidikan yang semakin berkualitas. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pengelola pendidikan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Langkah ini merupakan langkah awal untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Seiring dengan perkembangan zaman penyediaan SDM yang berkualitas sangat diperlukan. Salah satu lembaga pendidikan formal yang diharapkan mampu melaksanakan tujuan pendidikan nasional adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang menghasilkan siswa yang terampil, cakap, serta siap bekerja dalam dunia usaha. SMK sebagai lembaga memiliki program keahlian yang berbeda-beda menyesuaikan dengan lapangan kerja yang ada. Di SMK para siswa dididik dan dilatih keterampilan agar profesional dalam program keahliannya masing-masing. Program keahlian yang ada di SMK diantaranya program keahlian bangunan, Salah satu mata diklat produktif yang mendukung tercapainya mutu lulusan yang terampil dan kreatif adalah Pengetahuan Dasar Teknik Bangunan (PDTB). Mata Diklat PDTB pada siswa SMK Program Keahlian Teknik Gambar Bangunan merupakan mata diklat utama yang sangat penting. Hal ini disebabkan mata diklat ini merupakan mata diklat dasar untuk dapat menempuh mata diklat lain seperti mata diklat konstruksi beton, konstruksi kayu, konstruksi baja dan lain-lain. Dengan melihat pentingnya mata diklat ini maka diharapkan semua siswa jurusan Teknik Bangunan memiliki kemampuan yang baik dalam bidang tersebut. Namun kenyataannya belum semua siswa menguasai mata diklat dasar kompetensi PDTB. Oleh karena itu diperlukan beberapa usaha untuk meningkatkan hasil belajar PDTB. Antara lain dengan memotivasi siswa dan membuat pelajaran menjadi lebih menarik. Selain itu penerapan strategi pembelajaran yang lebih inovatif juga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar PDTB. Strategi mengajar dikatakan relevan jika mampu mengantarkan siswa mencapai tujuan pendidikan melalui pembelajaran tersebut, sehingga mampu meningkatkan hasil belajar.
Banyak strategi pembelajaran yang dapat digunakan seperti strategi pembelajaran pemecahan masalah, Mind Map, Genius Learning, dan sebagainya. Strategi Genius Learning merupakan suatu sistem yang dirancang dalam suatu jalinan yang sangat efisien yang meliputi diri anak didik, guru, proses pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. Anak didik ditempatkan sebagai pusat dari proses pembelajaran, sebagai subjek pendidikan, tidak seperti yang selama ini anak didik ditempatkan dalam suatu posisi yang tidak pasti, yaitu sebagai objek pendidikan.
maka dari itu kualitas lulusan TGB diharapkan bisa lebih meningkat dan siap kerja.